Menyoal Etika Jelang Kontestasi Politik
Oleh : Daniel Estomihi Purba mahasiswa Ilmu Pemerintahan
Polarisasi jelang pilkada, pileg, atau yang paling seksi yaitu pilpres membentuk dengan jelas sekat-sekat pembatas ruang beretika dan sopan santun di masyarakat. Pemilu saat ini bukan menjadi pesta demokrasi bagi rakyat, tapi menjadi arena pertaruhan adu kekuatan politik oleh para tokoh-tokoh politik Indonesia. Etika yang selama ini disembunyikan muncul jelang kontestasi politik. Baik itu etika yang baik maupun buruk, walaupun sebenarnya porsinya lebih banyak yang buruk.
Etika pejabat negara/tokoh politik menjadi sorotan pertama yang dikonsumsi oleh publik di media mainstream
maupun media sosial. Media sosial memberikan ruang baru kepada publik
untuk mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan etika pejabat
negara/tokoh politik. Sedikit saja kesalahan dalam bertutur kata atau
dalam berbicara misalnya, bisa menjadi hidangan utama dalam perdebatan
di ranah dunia maya.
Terlebih menjelang kontestasi politik,
kenikmatan untuk “menyantap” perdebatan terkait etika tadi menjadi hal
yang ditunggu-tunggu. Tentu saja kesalahan dalam bertutur kata ini
dinikmati oleh lawan politik atau pendukung lawan politik ketika lawan
politiknya “terpeleset” dalam berbicara.