Papa Memang Luar Biasa

Oleh : Dinda Rosanti Salsa Bela (Mahasiswi Ilmu Pemerintahan 2016)

Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami
pasang surut. Selama 25 tahun berdiri nya Negara
Kesatuan Republik Indonesia ternyata masalah pokok
yang kita hadapi ialah, bagaimana dalam masyarakat
dengan keanekaragaman pola budaya nya dapat dibina
dalam suatu kehidupan sosial dan politik yang
demokratis. Pada intinya masalah yang terjadi sekarang ini berkisar pada penyusunan
suatu sistem politik di mana kepemimpinan yang cukup kuat untuk melaksanakan
pembangunan serta nation building, dalam hal ini sangat diperlukan partisipasi dari
masyarakat seraya menghindarkan timbulnya diktator, apakah diktator ini bersifat
perorangan, golongan atau partai.

Sekarang demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan
pancasila atau disebut juga demokrasi pancasila. Demokrasi pancasila masih dalam
taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai
tafsiran dan juga pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa
nilai pokok dari demokrasi itu sendiri. Cukup jelas terlihat bahwa didalam Undang-
undang Dasar 1945, dicantumkan dalam penjelasan tersebut mengenai sistem
pemerintahan negara yaitu Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan atas hukum.
Jadi negara Indonesia adalah berdasarkan hukum bukan berdasarkan kekuasaan
belaka.

Pada dasarnya demokrasi merupakan alat yang digunakan untuk
menyampaikan aspirasi dan keluh kesah rakyat kepada pemerintah. Karna memang
prinsip dasar dari demokrasi ini adalah kekuasaan sebesar-besarnya berada ditangan
rakyat. Artinya pemerintah harus memberikan kualitas pelayanan yang optimal untuk
rakyat dan menyejahterakan rakyat. Kualitas pelayanan yang dimaksud adalah
tindakan nyata yang benar-benar memberikan dampak dan pengaruh positif bagi
masyarakat.
Namun pada kenyataannya, dewasa ini masyarakat dibuat seakan harus
merangkak untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut. Kalangan elite politik seakan

tak mau dengar keluh kesah rakyat, tak mau melihat seberapa banyak kebutuhan
rakyat. Padahal dengan uang rakyat mereka disuguhkan apapun yang mereka mau,
apapun yang mereka inginkan. Dengan semua itu harusnya rakyat juga bisa
merasakan efek dari kerja nya yang "katanya nyata". Jemari ini tak kan cukup untuk
menghitung janji-janji manis dari mereka itu. Kita seakan dibuat geram dengan sikap
pemerintah yang selalu saja mengacuhkan rakyatnya. Tidak bisa dipungkiri sedikit
banyaknya hal ini dipicu karna merajalelanya kasus korupsi.
Ya korupsi memang biang dari segalanya. Tak bisa dielakkan bahwa korupsi
sudah menjadi budaya yang menggerogoti hati nurani para pemerintah. Hal ini
dibuktikan dengan sudah banyaknya kasus kasus korupsi yang tentunya sangat
merugikan rakyat, seperti kasus cessie Vietnam (2003), Limbah B3 (2006), proyek
PON Riau (2012), "Papa minta saham" (2015), etik Trump (2015), dan yang masih
hangat adalah E-ktp (2017).

Berbicara kasus E-ktp, kasus ini masih menjadi hotnews ditengah masyarakat.
Setya novanto adalah salah satu tersangka dari kasus tersebut. Beliau merupakan
politikus asal Jawa Barat. Ia menjabat sebagai ketua DPR RI periode 2014-2019.
Anggota partai golkar itu diduga terlibat dalam korupsi proyek pengadaan Kartu
Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). KPK menetapkan Saudara Setya
Novanto anggota DPR RI itu sebagai tersangka pada 17/07/2017. Novanto diduga ikut
mengakibatkan kerugian negara Rp. 23 triliun dari nilai proyek Rp. 5,9 triliun. Ketua
DPR RI itu diberi jatah Rp. 574 miliar dari total pegadaan e-KTP.
Kasus ini sempat menjadi buah bibir ditengah masyarakat. Kasus ini
menimbulkan banyak pertanyaan tentang bagaimana kelanjutannya, karna masyarakat
sudah bisa merasakan impact yang sangat buruk dari kasus ini. Lucu ketika
masyarakat dipersulit membuat KTP yang padahal itu merupakan identitas dasar yang
harus dimiliki semua warga negara Indonesia. Permasalahan ini dipengaruhi oleh
penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah. Kasus korupsi ini merupakan salah satu
bukti nyata bahwa belum sempurna nya penerapan demokrasi pancasila di Indonesia.
Saat ini demokrasi hanya sebatas jalan yang digunakan untuk berkuasa, terutama
untuk mengeruk harta demi kroni dan keluarga.
Kurang lebih selama 2,5 bulan KPK berusaha sekuat tenaga mengumpulkan
banyak bukti dan juga saksi untuk membuktikan mengenai kebenaran kasus ini.
Namun seiring berjalannya waktu, kekuatan dari KPK seakan mulai pudar dan
melemah. Karna pada akhirnya kebenaran pun dikalahkan dengan segala cara.

Novanto pun berhasil menaklukkan hukuman yang seharusnya dipertanggung
jawabkannya. Ia menghitamkan semua kebenaran, segudang bukti pun dibuatnya tak
mampu merekam perbuatannya, beribu saksi pun dibuatnya tak mampu membongkar
semua kebusukannya. Hasil akhir dari kasus ini diumumkan pada jumat 29/09/2017, yang mana
sidang praperadilan tersebut dipimpin langsung oleh hakim Cepi Iskandar yang
mencabut status tersangka ketua DPR Setya Novanto. Kekecewaan lah yang akhirnya
didapat oleh masyarakat karna menangnya Setya Novanto dalam sidang pra peradilan
kasus e-KTP. Kasus sebesar ini akhirnya mampu ditaklukkan dengan kesaktian Setya
novanto. Ini semua seolah menjadi fenomena Setya Novanto dengan mukjizat
keadilan hukum yang dimilikinya.

Benar adanya bahwa koruptor memang tak pernah kehabisan cara, jurus –
jurus baru terus mengemuka demi terwujudnya cita-cita pribadinya. Saat pengadilan
tipikor mulai sulit untuk diakali lalu praperadilan yang jadi solusi. Saat KPK sulit
untuk dibeli pilihan mereka adalah memborong oli, koruptor ibarat belut yang sukar
ditangkap apalagi belut yang sanggup memborong oli. Papa memang luar biasa,
dibuatnya semua orang geleng-geleng kepala.
Pada dasarnya kepercayaan publik memang sudah lama menciut. Sebagai
pengemis kesejahteraan, kita hanya bisa berteriak sembari merapatkan barisan.
Semoga rakyat tak kenal batas akan kesabaran, dan selalu diberi nafas yang panjang
hingga kemenangan itu benar-benar menjelang.

Solusi yang dapat diambil oleh pemerintah ialah mereformasi badan-badan
peradilan dan juga penegak hukum di Indonesia, agar tidak ada lagi kasus-kasus
serupa terulang kembali yang disebabkan karna melemahnya badan peradilan.
Selanjutnya pengawasan internal di DPR yang juga harus diperkuat, agar DPR
semakin paham bahwa fungsi utama mereka adalah menyalurkan aspirasi dan
mengayomi rakyat bukan malah merenggut kebahagiaan rakyat. Terakhir adalah perlu
diperkuatnya pengawasan kehakiman di Indonesia, agar tidak ada lagi hakim-hakim
yang bisa dijejeli dengan iming-iming koruptor.
Pada akhirnya penulis berharap, demokrasi pancasila benar-benar diterapkan
dengan sebaik-baiknya. Butir-butir pancasila sepenuhnya diaktualisasikan lewat
pemerintah sebagai panutan bagi masyarakat. Demokrasi bukan hanya wacana belaka
tapi harus benar-benar diterapkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat. Selanjutnya peran dari pemerintah yang sangat dibutuhkan,

jangan hanya janji-janji manis ketika di podium lalu perlahan-lahan menggerogoti
bangsa, tapi harus benar-benar kerja nyata. Karna sebaik apapun struktur
pemerintahan di Indonesia jika masih disisipi dengan korupsi maka kesejahteraan
rakyat tidak akan pernah terwujud.

Dimuat diharian Sorot Jambi edisi Rabu, 11 Oktober 2017